INFORMASIMEDIA1.BLOGSPOT.COM BUMI SEMAKIN PANAS MENGAPA BUMI MAKIN PANAS ? Oleh : Imam Santoso , SKM, M.Kes Abstrak Isu lubang ozon dimulai ...
INFORMASIMEDIA1.BLOGSPOT.COM
BUMI SEMAKIN PANAS
MENGAPA BUMI MAKIN PANAS ?
Oleh : Imam Santoso, SKM, M.Kes
Abstrak
Isu lubang ozon dimulai ketika dilaporkan antara tahun 1977–1984 oleh kelompok peneliti Inggris di Antartika; kadar ozon telah turun secara drastis hingga 125 unit Dobson dibanding 300 unit Dobson pada rentang tahun 1950-1970. Menurunnya kadar ozon, maka sinar ultraviolet-B (UV-B) yang sampai ke bumi akan bertambah banyak. Sinar UV-B sangat berbahaya bagi kehidupan makhluk hidup di bumi. Pada manusia, dapat menyebabkan antara lain kanker kulit, katarak, dan penurunan kekebalan tubuh.
Penyebab utama lubang ozon adalah zat Chloroflourocarbaon (CFC) dan Halon yang banyak digunakann dalam aktifitas manusia di industri dan rumah tangga; Nitrogen Oksida dari semburan jet pesawat terbang supersonic; dan Surfur Oksida dari gunung berapi. CFC merupakan senyawa tidak beracun, tidak dapat terbakar, dan sangat stabil karena tidak mudah bereaksi. CFC merupakan salah satu sumber terjadinya Green House Gases (GHG).
Waktu tinggal GHG di dalam atmosfer juga mempengaruhi efektifitasnya dalam menaikkan suhu. Makin panjang waktu tinggal gas di dalam atmosfer, makin efektif pula pengaruhnya terhadap kenaikan suhu yang dapat menyebabkan terjadinya “efek rumah kaca”. GHG terbentuk dalam alam secara langsung maupun sebagai akibat pencemaran. GHG di dalam atmosfer menyerap sinar inframerah yang dipantulkan bumi. Peningkatan kadar GHG di udara akan meningkatkan terjadinya “pemanasan global”.


1. Awal ( pendahuluan )
Udara merupakan campuran beberapa macam gas yang perbandingannya tidak tetap, tergantung pada keadaan suhu udara, tekanan udara dan lingkungan sekitarnya. Udara juga atmosfer yang berada di sekeliling bumi yang fungsinya sangat penting bagi kehidupan di dunia ini. Di dalam udara terdapat oksigen (O2) untuk bernafas, karbon dioksida (CO2) untuk proses fotosentesa oleh khlorofil daun, dan ozon (O3) untuk menahan pancaran sinar ultra violet masuk ke bumi.
2. Ozon
Ozon merupakan zat anti oksida yang kuat, beracun, dan juga merupakan zat pembunuh jasad renik yang kuat pula. Ozon mempunyai rumus kimia O3 dengan berat jenis 1,5 kali lebih besar dari gas oksigen (O2).
3. Lubang Ozon (Ozone Depletion)
Lubang ozon sebenarnya adalah istilah kiasan. Istilah tersebut menunjukkan adanya penurunan kadar ozon yang drastis di stratosfer di atas Antartika. Dalam citra satelit, kadar ozon yang rendah tersebut menyerupai sebuah lubang. Karena ozon mempunyai peranan yang penting dalam menjaga kesesuaian lingkungan bumi untuk kehidupan umumnya dan manusia khususnya, masalah lubang ozon tersebut cepat menjadi salah satu isu lingkungan global.
Isu lubang ozon dimulai ketika dalam tahun 1985, Forman dan kawan-kawan (merupakan tim peneliti Inggris di Antartika) melaporkan bahwa antara tahun 1977 sampai dengan 1984 kadar ozon di atas Halley Bay, Antartika, telah turun dengan drastis (hingga 125 unit Dobson dibanding 300 unit Dobson pada rentang tahun 1950 sampai dengan pertengahan 1970).
Lubang ozon tersebut sangat merisaukan, karena dengan menurunnya kadar ozon, makasinar ultraviolet-B [UV-B] yang akan sampai ke bumi akan bertambah banyak. Sinar UV-B sangat berbahaya bagi kehidupan makhluk hidup di bumi. Pada manusia, lubang ozon yang terletak antara 20 sampai dengan 40 km dari permukaan bumi, dapat menyebabkan penyakit yang diakibatkan oleh sinar UV antara lain kanker kulit, katarak, penurunan kekebalan tubuh, dan sebagainya.
Penyebab utama lubang ozon menurut Rowland dan Molina (1973) adalah zat Chlorofluorocarbon (CFC) dan halon yang banyak digunakan dalam aktifitas manusia di industri dan rumah tangga, nitrogen oksida dari semburan jet pesawat terbang supersonic, dan sulfur oksida dari gunung berapi.
4. Bahan yang merusak lubang ozon (Ozone Depleting Substances)
Bahan-bahan yang menyebabkan rusaknya lapisan ozon di atmosfer, teruatama peralatan rumah tangga dan industri [perkantoran] seperti karet busa, kosmetik, obat nyamuk semprot, AC, lemari es, komputer, dan kamera. Bahan utama perusak ozon adalah CFC yang mengandung chlorine yang satu atomnya dapat merusak lebih dari 100.000 molekul ozon. Selain itu, bahan perusak lapisan ozon lainnya yang juga sangat berbahaya adalah halon, yang banyak digunakan dalam memadamkan api, pengawet benda-benda kuno di museum, melindungi dokumen penting dan komputer. Bromine yang terkandung pada halon mampu merusak ozon 10 kali lebih kuat daripada chlorine. Secara umum, zat-zat utama yang merusak ozon adalah yang termasuk “gas rumah kaca”.
5. Chlorofluorocarbon (CFC)
Chlorofluorocarbon merupakan senyawa kimia yang terdiri atas tiga jenis unsure, yaitu Chlor (Cl), Fluor (F), dan Carbon (C), sehingga sering disingkat sebagai CFC. Chlorofluorocarbon tidak ditemukan di alam secara alami, karena merupakan zat hasil rekayasa manusia.
CFC ditemukan pada tahun 1920-an, merupakan senyawa tidak beracun, tidak dapat terbakar, dan sangat stabil karena tidak mudah bereaksi. Karena itu, CFC merupakan zat yang sangat ideal untuk industri.
CFC terdiri dari berbagai jenis, antara lain CFC-12 yang banyak digunakan sebagai zat pendingin dalam kulkas dan AC mobil, CFC-11 yang digunakan untuk membuat plastik busa, CFC-13 yang digunakan sebagai zat pelarut untuk membersihkan permukaan mikrocip dari berbagai jenis kotoran, dan campuran CFC-11 dan CFC-12 yang merupakan bahan utama gas pendorong pada aerosol.
6. Gas rumah kaca (Green House Gases)
GHG adalah gas-gas yang menyebabkan terjadinya “efek rumah kaca”. Di samping uap air (H2O) dan CO2 terdapat GHG lain dalam atmosfer, yang terpenting (berkaitan dengan pencemaran dan pemanasan global) adalah metana (CH4), ozon, N2O, dan CFC. GHG terbentuk dalam alam secara langsung maupun sebagai akibat pencemaran. GHG di dalam atmosfer menyerap sinar inframerah yang dipantulkan oleh bumi. Peningkatan kadar GHG kan meningkatkan terjadinya “pemanasan global”.
Waktu tinggal GHG di dalam atmosfer juga mempengaruhi efektifitasnya dalam menaikkan suhu. Makin panjang waktu tinggal gas di dalam atmosfer, makin efektif pula pengaruhnya terhadap kenaikan suhu. Waktu terpendek adalah matana (±10 tahun), dan terpanjang adalah CO2 (±50 – 200 tahun). GHG berasal dari berbagai sumber antara lain produksi dan konsumsi energi, konsumsi CFC, pertanian, penebangan hutan, dan pengembangan tataguna lahan serta industri.
7. Efek rumah kaca (Green House Effect)
GHE merupakan istilah yang pada awalnya berasal dari pengalaman para petani di daerah beriklim sedang yang menanam sayur-sayuran dan biji-bijian di dalam rumah kaca. Pengalaman mereka menunjukkan bahwa pada siang hari pada waktu cuaca cerah, tanpa alat pemanas suhu di dalam ruangan rumah kaca lebih tinggi daripada suhu di luarnya. Sebenarnya sinar matahari yang menembus kaca dipantulkan kembali oleh benda-benda di dalam rumah kaca sebagai gelombang panas yang berupa sinar inframerah. Oleh karena itu, di dalam rumah kaca suhunya naik dan panas yang dihasilkan terperangkap di dalam ruangan rumah kaca dan tidak tercampur dengan udara di luar rumah kaca. Akibatnya, suhu di dalam ruangan rumah kaca lebih tinggi daripada suhu di luarnya. Dalam keadaan seperti inilah dapat dikatakan “efek rumah kaca” (GHE). Efek rumah kaca dapat pula dialami dalam mobil yang terparkir di tempat yang panas dengan jendela tertutup.
Pancaran sinar matahari yang sampai ke bumi (setelah melalui penyerapan berbagai sinar di atmosfer) sebagian radiasi tersebut dipantulkan dan diserap oleh bumi. Radiasi yang diserap dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang bergelombang panjang. Sinar tersebut di atmosfer akan diserap oleh “gas-gas rumah kaca” seperti uap air dan CO2 di sehingga tidak terlepas ke luar angkasa dan menyebabkan panas tertangkap di “troposfer” dan akhirnya menyebabkan suhu di bumi dan lapisan troposfer (lapisan atmosfer terendah). Hal tersebutlah yang menyebabkan terjadinya GHE di bumi.
Dengan adanya GHE, suhu rata-rata di permukaan bumi naik 33°C lebih tinggi (menjadi 15°C) dari seandainya tidak ada GHE (± -18°C), suhu yang terlalu dingin bagi kehidupan manusia.
Jadi, GHE membuat suhu bumi sesuai untuk kehidupan manusia. Kenaikan intensitas GHE akibat peningkatan kadar gas rumah kaca, terutama disebabkan oleh pencemaran, dapat menyebabkan perubahan iklim dan kenaikan permukaan laut.
8. Pemanasan Global

Gejala naiknya suhu permukaan bumi karena naiknya intensitas GHE. “Pemanasan global” (PG) atau Global Warning saat ini telah menjadi isu internasional, meskipun sebenarnya masih terdapat ketidakpastian yang besar tentang apakah benar akan terjadi pemanasan global tersebut. Isu PG tersebut timbul karena PG mempunyai dampak yang sangat besar bagi dunia dan kehidupan makhluk hidup, yaitu perubahan iklim dunia dan kenaikan permukaan laut. Intensitas GHE di atmosfer meningkat karena adanya peningkatan kadar GHG seperti uap air (H2O), karbon dioksida (CO2), ozon, metana, CFC dan sebagainya.
GHE yang ada di atmosfer menyerap sinar inframerah yang merupakan pantulan dari bumi, sehingga sinar tersebut tidak terlepas ke angkasa luar dan terperangkap di troposfer. Oleh karena itu, suhu di troposfer dan bumi meningkat, dan terjadilah GHE. Peningkatan kadar GHG menyebabkan peningkatan intensitas GHG, sehingga menyebabkan terjadinya PG.
Hasil pemantauan para ahli di Gunung Mauna Loa, Hawaii, menunjukkan terjadinya peningkatan kadar CO2 secara terus menerus. Peningkatan tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya aktifitas produksi dan konsumsi energi, terutama pembakaran “bahan bakar fosil”, serta penebangan dan pembakaran hutan. Kadar CFC juga dilaporkan meningkat, begitu pula metana dan GHG lainnya sebagai akibat aktifitas manusia di bumi.
Masing-masing GHG mempunyai sifat penyerapan sinar yang berbeda-beda. Uap air menyerap sinar inframerah yang panjang gelombangnya 4000 sampai 7000 nm, CO2menyerap dengan panjang gelombangnya 12.500 – 17.000 nm. Pada panjang gelombang antara 7.000 – 13.000 nm terdapat “jendela” yang dapat dilalui oleh sinar inframerah untuk lepas ke angkasa luar dan melalui “jendela” inilah 70% - 90% radiasi bumi lepas ke luar angkasa sehingga intensitas GHE tidak berlebihan. Namun adanya pencemaran udara oleh gas yang mempunyai penyerapan (spectrum absorption) antara 7.000 – 13.000 nm, antara lain NO2, CFO, Ozon, dan Metana mengakibatkan makin sedikitnya sinar inframerah yang dapat melalui “jendela” tersebut, sehingga intensitas GHE semakin tinggi dan terjadilah pemanasan global.
Menurut beberapa pakar, bumi saat ini telah memasuki masa pemanasan global karena 6 tahun terpanas dalam 100 tahun terakhir semuanya jatuh pada tahun 1980-an yaitu, dari yang tertinggi sampai terendah; tahun 1988, 1987, 1983, 1981, 1980, dan 1986. Menurut prediksi para pakar tersebut, apabila kecenderungan kenaikan kadar CO2 terus berlanjut seperti sekarang, maka dalam tahun 2030 suhu akan naik 1,0°C sampai dengan 7,0°C, dengan rata-rata tertinggi 1,5°C sampai 4,5°C. Seandainya suhu naik 5,0°C saja, planet bumi akan menjadi lebih panas daripada suhu yang dialaminya selama 2 juta tahun terakhir ini.
Untuk mengurangi bahaya terjadinya pemanasan global tersebut, emisi GHE seharusnya dikendalikan. Usaha tersebut meliputi penghematan energy, termasuk efisiensi energy di industry, transportasi, dan rumah tangga, pengaturan penebangan hutan, dan pengurangan pemakaian GHE seperti CFC. Urutan prioritas pengendalian emisi GHE adalah pengendalian CO2, CFC, Ozon, Metana, dan N2O.
9. HASIL AKHIR
Jadi, mengapa sekarang bumi makin panas? Sudah mendapat jawabannya, yaitu penggunaan bahan bakar fosil yang berlebihan oleh industry dan transportasi yang merupakan sumber utama dalam merusak lapisan kadar ozon yang ada di lapisan statosfer. Sebagai konsekuensi tersebut lubang ozon akan semakin besar dan sinar UV akan sampai ke bumi yang akan merusak kehidupan makhluk hidup di muka bumi, termasuk manusia. Oleh sebab itu perlu penghematan energy secara totalitas.
Resensi Buku bacaan :
1. Rao, M.N and Rao, H.V.N., 1994.Air Pollution. Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited. New Delhi.
2. Wardhana, W.A., 1995.Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offset. Yogyakarta.
3. Kusnoputranto, H, 1995.Pengantar Toksikologi Lingkungan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta.
4. Goldsmith, J.R. and Friberg,L.T., 1977.Effects of air pollution on human health. In A.C.Stem (Eds), Air
Pollution,3rded, Volume II. Academic Press. New York
5. Santriago, Handry, 1996.Himpunan Istilah Lingkungan Untuk Manajemen. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.